WAJIB BACA !! 5 HARI EFEKTIF
SEKOLAH TELAH DITETAPKAN...BAGAIMANA NASIB GURU DAN SISWANYA ?
Pemerintah pusat melalui
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bakal mengeluarkan keputusan bahwa hari
Sabtu sebagai hari libur pendidikan nasional, setelah kajian libur sekolah
nasional dirampungkan.
Jika
keputusan tersebut diwujudkan, semua daerah diwajibkan menerapkan hari efektif
sekolah hanya lima hari dalam sepekan. Mulai Senin hingga Jumat. Dengan
demikian, jika ditetapkan Sabtu sebagai hari libur secara nasional, maka ada
konsekuensi penambahan jam belajar pada Senin-Jumat. Sehingga beban belajar
anak-anak tidak tereduksi. Selain itu, kegiatan ekstrakurikuler dan mengasah
minat serta bakat yang biasanya dilakukan di hari Sabtu, juga bisa ditempatkan
sepanjang Senin sampai Jumat.
Lantas bagaimana tanggapan pemerintah
kota? Kepala Bidang Pendidikan Menengah, Dinas Pendidikan (Disdik) Kota Tarakan
Thajuddin Noor mengatakan, ketentuan lima hari kerja tersebut juga dapat
dilaksanakan di kota ini, seperti yang sudah dilaksanakan di banyak kota di
Indonesia. “Di kota-kota besar memang waktu untuk anak bertemu dengan
orangtuanya memang cukup sulit. Terkadang orangtuanya sudah tidak ada di rumah
pada pukul 5 pagi dan kemudian pulang pada pukul 10 malam. Anaknya juga keluar
di pagi hari, kemudian pulang di sore hari dalam keadaan lelah sehingga harus
tertidur dan tidak sempat bertemu dan berkumpul dengan keluarga. Sehingga hari
efektif sekolah lima hari kerja memang cocok untuk mereka yang berada di
kota-kota besar,” kata Thajuddin Noor.
Meski begitu, ada beberapa hal yang
harus dijadikan perhatian jika sistem ini berlaku di Tarakan. Terutama mengenai
tujuan diberlakukannya kebijakan tersebut. “Harus dilihat dahulu kondisinya,
seperti masih adanya sekolah yang masih menggunakan sistem double shift.
Sekolah ini tidak mungkin bisa menyelenggarakan peraturan lima hari kerja,”
tuturnya.
Selanjutnya, juga dilihat kesiapan dari
tenaga pengajar dengan panjangnya waktu belajar. Karena untuk pengurangan hari
sekolah, maka harus menambah waktu dan jam belajar di hari efektif. “Contohnya
jika biasanya siswa pulang ke rumah pada pukul 2 siang, karena diberlakukan
penambahan jam belajar, otomatis mereka harus pulang pada pukul 4 sore. Juga
seperti sekolah yang memang biasanya pulang pada pukul 3 sore, ketika terdapat
penambahan jam mereka harus pulang jam berapa mereka nantinya,” jelasnya.
Kemudian, terhadap guru atau tenaga
pengajar, dari sisi kuantitas mungkin memenuhi, tetapi dari segi kualitas belum
tentu. “Artinya harus sesuai dengan yang diampu. Misalnya seni budaya yang
diajar dengan guru yang tidak relevan di bidangnya. Tetapi karena kurangnya
guru, maka guru tersebut mengajar di mata pelajaran yang tidak sesuai di
bidangnya,” ujarnya.
“Jadi
jika lima hari kerja tersebut diberlakukan, tentunya persyaratan-persyarakat
ini harus terpenuhi. Yakni terkait sarana dan prasarana,
tentang pemberlakuan double shift. Juga termasuk dengan kesiapan tenaga pengajar,”
jelasnya.
Tiga masalah ini harus dipenuhi, sebab
jangan sampai sudah diberlakukan lima hari kerja, tetapi malah menimbulkan
masalah baru. Seperti kualitas yang menurun dan akhirnya pembelajaran menjadi
tidak efektif. “Yang diinginkan dari kebijakan lima hari kerja tersebut adalah
bagaimana memperbaiki hubungan antara orangtua dan anak, bukannya malah hari
efektif disingkat tapi anak-anak banyak bermain di lingkungan yang jauh dari
pantauan orangtua,” ungkapnya.
Menurutnya, waktu belajar memang harus
diperpanjang, untuk membatasi kegiatan anak di luar jam sekolah ini. “Sehingga
anak tidak banyak melakukan aktivitas di luar yang banyak faktor bisa
memengaruhinya, dan mereka dapat fokus di sekolah. Memang perlu banyak
pertimbangan dalam menerapkan kebijakan lima hari kerja tersebut,” tuturnya.
Bagaimana dengan tanggapan pihak
sekolah? Di SDN 006 Tarakan, melalui kepala sekolahnya, Nina Kirana menuturkan,
pada dasarnya pihaknya mendukung kebijakan tersebut, karena dinilai waktu bagi
orangtua untuk dapat berkumpul bersama anaknya selama ini sangat terbatas, yang
mengandalkan libur di hari Minggu. “Selain dapat berkumpul dengan keluarga,
anak-anak juga dapat berlibur dengan orangtua mereka,” ujarnya.
Tetapi, untuk penambahan jam pelajaran
tiap hari dari berkurangnya hari efektif, Nina menuturkan kurang sepakat
diberlakukan di lingkungannya, dikarenakan sarana dan prasarananya tidak
mendukung. “Di sini dilaksanakan sistem double shift, jika diterapkan
penambahan jam belajar, bisa-bisa kami pulang malam. Tetapi bagi saya tidak
masalah diterapkan yang penting sarana dan prasarananya mendukung,” ungkapnya.
Sukayat, guru di SDN 006 Tarakan
mengatakan, kebijakan penerapan lima hari kerja tersebut ada sisi positif dan
negatifnya. Positifnya, anak tersebut dapat lebih dekat dengan keluarga,
orangtua juga dapat memantau bagaimana perkembangan anaknya. Sementara sisi
negatifnya, siswa akan jauh dari pengawasan guru, sehingga juga kurang baik.
“Karena guru dapat menanamkan banyak karakter bagi muridnya. Guru juga dapat
memberikan contoh yang mendidik,” tuturnya.
Menurutnya, jika waktu
libur ditambah, dikhawatirkan wawasan para siswa akan berkurang. “Memang
terdapat sisi positif dan negatifnya, tetapi nanti kita kembalikan saja kepada
pemerintah. Jika benar diberlakukan, maka kami sebagai pelaksana tinggal
mengikuti saja,” jelasnya.
Sumber: sinarberita