Sayang Boleh Tapi Bukan Berarti Terus-terusan Menberi Uang Kepada Anak




Sayang Boleh Tapi Bukan Berarti Terus-terusan Menberi Uang Kepada Anak

 

“Buak anak, apa sih yang enggak!” Itu prinsip dasar orangtua. Sebagai orangtua, sudah jadi kodratnya ingin memberi segala fasilitas untuk buah hati agar mereka tak perlu merasakan hidup susah. Fasilitas di sini termasuk soal keuangan.

Memang sudah kewajiban orangtua untuk memberi uang kepada anak. Hanya saja perlu strategi. Jangan sampai anak-anak terbiasa dengan segala kemudahan. Ini sama saja memelihara bibit-bibit manja, pemalas, dan bisa menyulitkan diri mereka sendiri.

Bukan berarti pelit lho! Ada baiknya tetap menyisipkan pelajaran berharga dalam setiap keputusan keuangan yang diambil kepada anak. Lebih-lebih ketika anak sudah beranjak menjadi pribadi yang dewasa.


Yang jadi persoalan adalah tidak adanya patokan baku sampai kapan dukungan finansial ini diberikan ke anak. Jadi berabe jika sokongan duit ini tetap dipertahankan meski si anak sudah dewasa.

Mereka bakal tak tahu cara survive dan menjalani kehidupannya sendiri sebagai pribadi yang dewasa, mandiri, dan kelak menjadi orangtua bagi anak-anaknya.

Tinggal menentukan waktu yang tepat untuk berhenti memberi sokongan keuangan ke anak. Mungkin timing di bawah ini bisa jadi input dalam mengambil keputusan.

1. Sudah dewasa dan punya penghasilan sendiri

Begitu anak sudah punya penghasilan sendiri, jadi momen yang tepat menyokong finansialnya. Biarkan mereka ‘menikmati’ jerih payah hasil kerja kerasnya. Di saat bersamaan, keputusan orangtua yang stop ‘memberi’ ini bisa diartikan rasa bangga pada anak yang berhasil dengan pilihan hidupnya.



Beri dia keleluasaan untuk mengatur penghasilannya sendiri. bahkan ketika si dia menyisihkan sebagian untuk orangtua, terimalah. Itu namanya rezeki. Di saat bersamaan, ini menandakan hasil didikan selama ini membuahkan hasil karena anak paham makna ‘balas budi’ ke orangtua.


2. Saat kondisi finansial keuangan orangtua sedang memburuk

Tidak selamanya hidup itu lempeng-lempeng saja. Ibarat perputaran roda, kadang ada di atas kadang di bawah. Begitu pun dalam urusan finansial. Ketika lagi masa cekak dan sulit, tak ada salahnya berhenti dulu menyokong finansial anak.

Hanya perlu dijelaskan secara detail alasannya. Dengan begitu anak akan paham di balik keputusan tersebut. Dan yang terpenting, ini menjadi cara yang tepat membangun rasa empati pada si anak terhadap kondisi keuangan orangtua.
  
Kemudian dilihat juga sejauh mana anak merespons kesulitan yang dialami orangtuanya. Siapa tahu mereka punya jurus jitu agar masa paceklik keuangan orangtua dapat segera berakhir.

3. Jika masih sekolah, hindari beri uang untuk yang mereka inginkan

Selama anak masih usia sekolah, orangtua tetap wajib mensupport-nya. Hanya tetap selektif alias pilah-pilih. Pastikan yang dituntut anak itu adalah hal yang dibutuhkan, bukan yang mereka inginkan.




Meski begitu, sebelum menolak keinginan anak ada baiknya membuka pintu dialog. Tanyakan untuk diapakan permintaan uang lagi dari yang biasanya. Ini akan membuat mereka terbiasa mengemukakan pendapat.

Cuma perlu diingat, komunikasi yang dibangun mesti rileks dan membuat mereka nyaman. Terlebih lagi jangan sampai terkesan menggurui. Orangtua sebaiknya paham kemudahan dan fasilitas yang serba ada dari orangtua bisa membuat anak terlena.

4. Ketika anak tertimpa masalah

Masalah keuangan yang dialami anak belum tentu menjadi bagian masalah orangtua. Tetap berikan keleluasan kepada anak untuk menyelesaikan masalah. Dengan begitu, dia akan lebih kreatif dan tak selalu tergantung pada orangtua.

Cuma bukan berarti orangtua tak bisa membantu. Lihat sikon dulu. Cermati apakah kadar masalah keuangan anak itu sudah sedemikian parah. Bila perlu bantuan awalnya adalah memberi stimulus bukan dengan memberikan dana segar.

Dari sini anak akan belajar agar di kemudian hari tidak mengulang masalah yang sama. Kalau pun terulang, minimal sudah paham bagaimana mengatasinya. 

Menghentikan dukungan keuangan kepada anak bukan berarti rasa sayang ikutan berhenti. Ini masalah cara saja. Sebaliknya, ini bagian dari rasa sayang yang demikian sangat pada anak.

Biarkan mereka merasakan masa-masa sulit karena sebenarnya kesulitan itu bakal menguatkan. Jangan sampai kebahagiaan yang ingin diwujudkan hanya terjadi saat kita masih mendampingi. Bagaimana jika tidak lagi?

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »